Welcome to My Blog

Kamis, 23 Desember 2010

Asimilasi dan Nasionalisme di Dunia Sepakbola

Alfredo di Stefano, Ferenc Puskas, Zinedine Zidane, dan Giovanni van Bronckhorst (kiri-kanan)

Dalam sejarah, asimilasi pemain sepakbola jamak terjadi. Dan negara-negara Eropa adalah yang paling sering melakukannya.

Eusebio

Eusebio adalah pemain terbaik Portugal sepanjang masa. Tapi faktanya ia berasal dari Mozambik dan baru datang ke Portugal setelah melewati masa remajanya.

Alfredo di Stefano

Begitupun Alfredo di Stefano yang malang melintang di Real Madrid dan Spanyol. Ia orang Argentina keturunan Italia. Ia bahkan sudah membela Argentina dan kemudian Kolombia sebelum bermain untuk Spanyol.

Ferenc Puskas

Ferenc Puskas datang sebagai striker Hongaria dengan reputasi hebat dan kemudian membelot ke Spanyol, bahu membahu dengan Di Stefano membela Spanyol.

Skuad Prancis saat menjuarai Piala Dunia 1998 berisi pemain-pemain hasil asimilasi

Tim Prancis yang mempersembahkan Piala Dunia dan Piala Eropa penuh dengan orang keturunan generasi pertama ataupun imigran yang lahir di luar Prancis. Bahkan salah satunya, David Trezeguet, konon tidak begitu fasih berbahasa Prancis. Mereka ini kalau saja tidak membela Prancis, berhak membela negara-negara asal mereka.

Mesut Ozil dan Sami Khedira, pemain keturunan Turki yang membela timnas Jerman di Piala Dunia 2010

Tim Belanda mulai era 80-an begitu juga. Jerman yang biasanya menurunkan pemain "murni" Jerman, kini tidak lagi demikian, demikian pula Inggris. Semua negara Eropa hampir tidak ada lagi yang tidak kemasukan pemain hasil asimilasi.

Di Asia, Jepang adalah salah satu pelopornya. Negara ini banyak menyerap pesepakbola asal Brasil dan dalam sejarahnya memiliki sedikitnya lima pemain nasional yang berasal dari Negeri Samba.

Irfan Bachdim dan Cristian Gonzales, 2 pemain hasil naturalisasi yang bermain bagi timnas Indonesia

Indonesia kemudian menyusul. Kurang bersinarnya penampilan timnas mendorong PSSI untuk memberlakukan sebuah program untuk mendongkrak prestasi timnas. Program yang dimaksud tentu saja asimilasi, yang lebih dikenal dengan sebutan "naturalisasi". Beberapa pemain asing secara bergiliran dinaturalisasi, seperti Cristian Gonzales, Irfan Bachdim, Kim Jeffrey Kurniawan, dan pemain-pemain lain yang malang melintang di kompetisi lokal Indonesia.

Asimilasi itu bisa disebabkan oleh berbagai faktor. Ada yang karena keterkaitan sejarah seperti bekas negara jajahan, perkawinan campur, garis keturunan, hak menetap karena sudah memenuhi syarat waktu untuk menjadi warga negara, dan banyak lainnya.

Benar bahwa berbagai faktor ini administratif sifatnya. Alasan yang lebih mendasar untuk asimilasi sebenarnya hanyalah satu, yaitu yang bersangkutan dianggap bisa memberi kontribusi untuk mengangkat gengsi persepakbolaan negara di tingkat internasional. Tetapi alasan administratif itu sangat penting untuk mengabsahkan bahwa yang bersangkutan telah menjadi bagian dari negara. Selama kaidah nilai tersebut belum terpuaskan, akan sangat sulit menerima pemain sebagus apapun menjadi bagian negara tersebut.

Kalau ditingkat klub persoalan ini mudah terpecahkan. Kontrak yang ditandatangani pemain yang bersangkutan terukur lewat imbalan finansial.

Di tingkat negara ikatan kontraknya berbeda. Harus ada rasa bersama memperjuangkan sebuah tatanan ide, nilai, dan nasionalisme, seabstrak apapun itu. Jadi, ketika pemain turun ke lapangan mewakili sebuah negara ia bukan semata-mata hanya bermain demi uang.

Kalau pemain tidak bisa mengikuti tatanan nilai di negara yang ia wakili maka akan sulit mengharapkan yang terbaik darinya. Begitupun negara yang diwakili oleh pemain yang bersangkutan akan sangat sulit menerima pemain itu.

Itulah pentingnya dipenuhinya persyaratan administratif tersebut. Karenanyalah prosesnya disebut asimilasi, yaitu sebuah tindakan untuk menerima, merangkul, serta terbuka terhadap penyatuan dan internalisasi nilai.

Namun demikian, negara yang menyerap pemain tadi tidak boleh berperilaku egois. Harus ada kelenturan, kesadaran, untuk membiarkan para pemain serapan itu menjalankan kehidupan yang sudah mereka miliki sebelumnya. Melakukan kontrak politik untuk menjadi bagian dari sekumpulan nilai baru bukan berarti harus membuang segala nilai yang sudah mereka miliki sebelumnya.

Bagaimanapun para pemain itu mempunyai sejarah, kehidupan dan tatanan yang sudah mereka jalani sebelumnya. Adalah mustahil untuk meminta mereka memutus segalanya dan bertotalitas layaknya warga asli.

Giovanni van Bronckhorst, pemain timnas Belanda yang orang tuanya berasal dari Indonesia

Berkaca pada negara-negara Eropa yang melakukan penyerapan pemain, itulah yang mereka lakukan. Pemerintah Prancis ataupun warga negara Prancis tidak pernah mencak-mencak hanya karena Zinedine Zidane mengatakan kecintaannya pada Aljazair dan berpaspor ganda, misalnya. Atau orang Belanda tidak merasa terhina ketika kapten tim mereka, Giovanni Van Bronckhorst, dengan bangga mengatakan bahwa orang tuanya berasal dari Indonesia. Bahkan ketika Ferenc Puskas memutuskan untuk pulang ke Hongaria, tidak ada orang Spanyol ataupun pemerintah Spanyol mengutuknya sebagai pengkhianat. Inilah makna sejati asimilasi pemain di dunia persepakbolaan internasional yang harus dijiwai oleh setiap insan-insan sepakbola baik negara yang menyerap pemain maupun pemain serapan itu sendiri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar